Rabu, 18 September 2013

METABAHASA SEMANTIK ALAMI (MSA) BAHASA JAWA




1.        Pengantar
Uraian berikut ini merupakan tugas mata kuliah Semantik. Paparan ini adalah  sebuah analisis metabahasa semantik alami (MSA) bahasa Jawa yang dimaksudkan sebagai media pendalaman bagi penulis terhadap sebagian konsep Semantik, khususnya Metabahasa Semantik Alami (MSA).
Kajian semantik berdasarkan teori Metabahasa Semantik Alami (MSA) telah banyak dilakukan terhadap bahasa-bahasa di dunia, seperti bahasa Leo (Thailand), Mangaaba-Mbula, Malaysia (Austronesia), China Mandarin, Polandia, Spanyol, Inggris Kreol Hawaii, Aceh, Jepang dan beberapa bahasa asli Aborigin di Australia, seperti Bunuba, Yankunytjajara (Goddard, 2002: 12).
Tulisan berikut adalah analisis Metabahasa Semantik Alami (MSA) dengan data dukungan verba bahasa Jawa.      

2.        Konsep dan Teori
Metabahasa Semantik Alami (MSA) diakui sebagai pendekatan kajian semantik yang dianggap mampu memberi hasil analisis makna yang memadai karena dengan teknik eksplikasi dapat menghasilkan analisis makna suatu bahasa yang mendekati postulat ilmu semantik yang menyatakan bahwa satu bentuk untuk satu makna dan satu makna untuk satu bentuk, dengan kata lain satu butir leksikon mampu mewahanai satu makna atau satu makna diungkapkan dengan satu butir leksikon agar tidak terkesan bahwa pemerian makna yang berputar terhadap satu leksikon (Sudipa, 2012: 1).   
Teori Metabahasa Semantik Alamai (MSA) dirancang untuk mengeksplikasi semua makna, baik makna leksikal, makna ilokusi maupun makna gramatikal. Sebagai contoh bahwa teori ini juga dapat digunakan untuk mengeksplikasi makna verba bahasa Jawa. Dalam teori ini, eksplikasi makna dibingkai dalam sebuah metabahasa yang bersumber dari bahasa alamiah yang pada umumnya bisa dipahami oleh semua penutur asli (Wierzbicka, 1996: 10 dan band. Mulyadi, 1998: 34). Asumsi dasar teori ini bertalian dengan prinsip semiotik yang menyatakan bahwa analisis makna akan menjadi diskret dan tuntas, dalam arti bahwa kompleks apapun dapat dijelaskan tanpa harus berputar-putar dan tanpa residu dalam kombinasi makna diskret yang lain (Goddard, 1996: 24; Wierzbicka, 1996: 10; Sutjiati Beratha, 1997: 10, Mulyadi, 1998: 35).
Dalam teori MSA terdapat sejumlah konsep teoritis penting, yakni: makna asali, Polesmi, Aloleksi, Pilihan valensi, dan sintaksi MSA. Konsep-konsep yang relevan untuk mendukung analisis data yang diambil dari verba bahasa Jawa bernosi ngethok ‘memotong’
(a)      Makna asali adalah perangkat makna yang tidak dapat berubah karena diwarisi manusia sejak lahir (Goddard, 1996: 2; Mulyadi, 1998: 35). Makna ini merupakan refleksi dari pikiran manusia yang mendasar. Makna asali mencakup ranah bahasa yang luas secara tipologis maupun secara genetis.
(b)     Polisemi takkomposisi adalah bentuk leksikon tunggal yang mengekspresikan dua makna asali yang berbeda. Dalam hal ini, tidak ada hubungan komposisi antara satu eksponen dan eksponen lainnya sebab eksponen-eksponen itu mempunyai kerangka gramatikal yang berbeda. Dalam bahasa Jawa, konsep menyadari dan menghindar diungkapkan dengan leksikon wurung ‘batal’.     
(c)      Dalam perkembangannya, Wierzbicka memperkenalkan Sintaksis MSA yang merupakan perluasan dari sistim makna asali, menyatakan bahwa makna memiliki struktur yang sangat kompleks dan tidak hanya dibentuk dari elemen sederhana, seperti: seseorang, ingin, dan tahu, tetapi juga dari komponen berstruktur kompleks. Sintaksis MSA terdiri atas kombinasi butir-butir leksikon makna asali universal yang membentuk proposisi sederhana sesuai dengan perangkat morfosintaksis. Misalnya : ingin akan memiliki kaidah universal tertentu dalam konteks: Saya ingin melakukan ini (Wierzbicka, 1996: 19).

3.        Aplikasi pada Verba Bahasa Jawa
Dalam setiap bahasa, termasuk bahasa Jawa, verba dibagi menjadi tiga tipe, yaitu (a) verba Keadaan; (b) verba Proses dan (c) verba Tindakan. Fokus kajian berikut mengacu pada salah satu tipe verba Tindakan, yaitu melakukan, dengan Polisemi: melakukan dan terjadi. Kombinasi melakukan dan terjadi mengungkapkan suatu keterpengaruhan Undergoer yang relatif tinggi karena kelas verba termasuk verba transitif prototipe. Verba transitif prototipe memiliki Subjek sebagai agen dan Objek langsung sebagai pasien (Wierzbicka, 1996: 421).
Dalam bahasa Jawa, sebagai contoh verba ngethok ‘memotong’ mewakili korpus verba transitif prototipe dalam kajian ini. Pemilihan ini dimaksudkan untuk memberi gambaran struktur semantik secara ringkas dan tidak berputar-putar. Leksikon ngethok ‘memotong’ menggambarkan struktur semantik dengan sub-komponen “X melakukan sesuatu”, “sesuatu yang buruk terjadi” dan “X melakukan sesuatu”, “sesuatu yang baik terjadi”. Leksikon tersebut dengan variasi masing-masing sebagai representasi konsep melakukan dan terjadi. Jika orang ngethok ‘memotong’ maka pemetaan komponen “X melakukan sesuatu pada Y” dan karena “sesuatu terjadi pada Y”. Leksikon ngethok didasarkan atas alat, model gerakan, bagian entitas yang dikenai perlakuan dan hasil akhir yang ingin dicapai atau diharapkan agen.  
Contoh lain;
(a)      ngiris, mapras, ngarit, nyigar, menggal, nugel, ngrajang, nyacah = memotong
ngiris : memotong tipis-tipis.
mapras: memotong ujung batang pohon.
ngarit: memotong rumput untuk makanan ternak.
nyigar: memotong bambu atau kayu menjadi dua bagian.
nugel: memotong sesuatu menjadi dua bagian.
ngrajang: memotong kecil-kecil.
nyacah: memotong sesuatu sekecil mungkin.

(b)     menggal, mbelih, nyeset: leksikon-leksikon ini memiliki acuan berupa bagian dari suatu entitas bernyawa.
menggal: memotong kepala hewan atau manusia.
mbelih: memotong bagian kepala ternak.
nyeset: memotong pada bagian kulit hewan untuk memisahkan dengan daging.
              
(c)      nyigar: leksikon ini juga dapat mengacu pada objek lebar (kain, plastik, kertas, dan sejenisnya) dengan alat potong gunting.
belék : memotong sebagian objek (menyobek).
(d)     muthul: memotong sesuatu tidak dengan alat namun dengan tangan.
(e)      tebas: leksikon ini mengacu pada entitas berupa tanaman produksi yang dipotong sebagai hasil produksi (misalnya padi, mangga, dan lain-lain).
(f)      tebang: leksikon ini mengacu pada entitas berupa tanaman produksi tebu.    
      
4.        Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan teknik analisis para frase/eksplikasi, pemetakan dengan bahasa alamiah dalam bentuk kalimat kanonis, dengan data pendukung verba bahasa Jawa yang bernosi ngethok ‘memotong’ dapat dianalisis dengan tuntas berdasarkan teori Metabahasa Semantik Alamai (MSA). Kajian ini telah memberi gambaran cukup jelas mengenai teknik eksplikasi yang menyatakan satu bentuk atau leksikon untuk satu makna dan satu makna untuk satu bentuk atau leksikon.


Daftar Pustaka

Goddard, Cliff. 1996. Semantic Theory and Semantic Universal (Cliff Goddard Convensor) Cross Linguistic Syntax from Semantic Point of View (NSM Approach) 1-5 Australia.

Sudipa, I Nengah. 2004. “Verba Bahasa Bali, sebuah Kajian Metabahasa Semantik Alami” Disertasi Doktor Linguistik-Denpasar.

Wierzbicka, Anna. 1996. Semantics: Prime and Universal. Oxford: Oxford University.

Mulyadi, 1998. “Struktur Semantis Verba Bahasa Indonesia” Tesis S2, Linguistik Denpasar.

Sutjiati-Beratha, NI, 1997. “Basic Concepts of a Universal Semantic Metalanguage” Linguistika 110-115. Denpasar Program Magister Linguistik UNUD.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar