1.
Pengantar
Uraian berikut
ini merupakan tugas mata kuliah Semantik. Paparan ini adalah sebuah analisis metabahasa semantik alami (MSA)
bahasa Jawa yang
dimaksudkan sebagai media pendalaman bagi penulis terhadap sebagian konsep Semantik, khususnya Metabahasa
Semantik Alami (MSA).
Kajian semantik berdasarkan teori Metabahasa
Semantik Alami (MSA) telah banyak dilakukan terhadap bahasa-bahasa di dunia, seperti
bahasa Leo (Thailand), Mangaaba-Mbula, Malaysia (Austronesia), China Mandarin,
Polandia, Spanyol, Inggris Kreol Hawaii, Aceh, Jepang dan beberapa bahasa asli
Aborigin di Australia, seperti Bunuba, Yankunytjajara (Goddard, 2002: 12).
Tulisan berikut adalah analisis Metabahasa Semantik Alami
(MSA) dengan data dukungan verba bahasa Jawa.
2.
Konsep
dan Teori
Metabahasa Semantik Alami (MSA) diakui
sebagai pendekatan kajian semantik yang dianggap mampu memberi hasil analisis
makna yang memadai karena dengan teknik eksplikasi dapat menghasilkan analisis
makna suatu bahasa yang mendekati postulat ilmu semantik yang menyatakan bahwa
satu bentuk untuk satu makna dan satu makna untuk satu bentuk, dengan kata lain
satu butir leksikon mampu mewahanai satu makna atau satu makna diungkapkan
dengan satu butir leksikon agar tidak terkesan bahwa pemerian makna yang
berputar terhadap satu leksikon (Sudipa, 2012: 1).
Teori Metabahasa Semantik Alamai
(MSA) dirancang untuk mengeksplikasi semua makna, baik makna leksikal, makna
ilokusi maupun makna gramatikal. Sebagai contoh bahwa teori ini juga dapat
digunakan untuk mengeksplikasi makna verba bahasa Jawa. Dalam teori ini, eksplikasi makna
dibingkai dalam sebuah metabahasa yang bersumber dari bahasa alamiah yang pada
umumnya bisa dipahami oleh semua penutur asli (Wierzbicka, 1996: 10 dan band.
Mulyadi, 1998: 34). Asumsi dasar teori ini bertalian dengan prinsip semiotik yang
menyatakan bahwa analisis makna akan menjadi diskret dan tuntas, dalam arti
bahwa kompleks apapun dapat dijelaskan tanpa harus berputar-putar dan tanpa
residu dalam kombinasi makna diskret yang lain (Goddard, 1996: 24; Wierzbicka,
1996: 10; Sutjiati Beratha, 1997: 10, Mulyadi, 1998: 35).
Dalam teori MSA terdapat sejumlah
konsep teoritis penting, yakni: makna
asali, Polesmi, Aloleksi, Pilihan valensi, dan sintaksi MSA. Konsep-konsep
yang relevan untuk mendukung analisis data yang diambil dari verba bahasa Jawa bernosi ngethok
‘memotong’
(a)
Makna asali adalah perangkat makna yang
tidak dapat berubah karena diwarisi manusia sejak lahir (Goddard, 1996: 2;
Mulyadi, 1998: 35). Makna ini merupakan refleksi dari pikiran manusia yang
mendasar. Makna asali mencakup ranah bahasa yang luas secara tipologis maupun
secara genetis.
(b)
Polisemi takkomposisi adalah bentuk
leksikon tunggal yang mengekspresikan dua makna asali yang berbeda. Dalam hal
ini, tidak ada hubungan komposisi antara satu eksponen dan eksponen lainnya
sebab eksponen-eksponen itu mempunyai kerangka gramatikal yang berbeda. Dalam
bahasa Jawa, konsep menyadari dan menghindar diungkapkan dengan leksikon wurung ‘batal’.
(c)
Dalam perkembangannya, Wierzbicka
memperkenalkan Sintaksis MSA yang merupakan perluasan dari sistim makna asali, menyatakan
bahwa makna memiliki struktur yang sangat kompleks dan tidak hanya dibentuk
dari elemen sederhana, seperti: seseorang,
ingin, dan tahu, tetapi juga dari
komponen berstruktur kompleks. Sintaksis MSA terdiri atas kombinasi butir-butir
leksikon makna asali universal yang membentuk proposisi sederhana sesuai dengan
perangkat morfosintaksis. Misalnya : ingin
akan memiliki kaidah universal tertentu dalam konteks: Saya ingin melakukan ini (Wierzbicka, 1996:
19).
3.
Aplikasi pada
Verba Bahasa Jawa
Dalam setiap bahasa, termasuk bahasa Jawa, verba dibagi
menjadi tiga tipe, yaitu (a) verba Keadaan; (b) verba Proses dan (c) verba
Tindakan. Fokus kajian berikut mengacu pada salah satu tipe verba Tindakan,
yaitu melakukan, dengan Polisemi: melakukan dan terjadi.
Kombinasi melakukan dan terjadi mengungkapkan suatu
keterpengaruhan Undergoer yang relatif tinggi karena kelas verba termasuk verba
transitif prototipe. Verba transitif prototipe memiliki Subjek sebagai agen dan
Objek langsung sebagai pasien (Wierzbicka, 1996: 421).
Dalam bahasa Jawa, sebagai contoh verba ngethok ‘memotong’
mewakili korpus verba transitif prototipe dalam kajian ini. Pemilihan ini
dimaksudkan untuk memberi gambaran struktur semantik secara ringkas dan tidak
berputar-putar. Leksikon ngethok ‘memotong’
menggambarkan struktur semantik dengan sub-komponen “X melakukan sesuatu”, “sesuatu yang buruk terjadi” dan “X melakukan
sesuatu”, “sesuatu yang baik terjadi”. Leksikon
tersebut dengan variasi masing-masing sebagai representasi konsep melakukan dan terjadi. Jika orang ngethok ‘memotong’ maka pemetaan komponen “X melakukan sesuatu pada Y” dan karena
“sesuatu terjadi pada Y”. Leksikon ngethok didasarkan atas alat, model gerakan,
bagian entitas yang dikenai perlakuan dan hasil akhir yang ingin dicapai atau
diharapkan agen.
Contoh lain;
(a)
ngiris, mapras, ngarit, nyigar,
menggal, nugel, ngrajang, nyacah = memotong
ngiris : memotong
tipis-tipis.
mapras: memotong
ujung batang pohon.
ngarit: memotong
rumput untuk makanan ternak.
nyigar: memotong
bambu atau kayu menjadi dua bagian.
nugel: memotong
sesuatu menjadi dua bagian.
ngrajang: memotong
kecil-kecil.
nyacah: memotong
sesuatu sekecil mungkin.
(b)
menggal, mbelih, nyeset: leksikon-leksikon ini memiliki acuan
berupa bagian dari suatu entitas bernyawa.
menggal:
memotong kepala hewan atau manusia.
mbelih: memotong
bagian kepala ternak.
nyeset: memotong
pada bagian kulit hewan untuk memisahkan dengan daging.
(c)
nyigar: leksikon ini juga dapat mengacu pada
objek lebar (kain, plastik, kertas, dan sejenisnya) dengan alat potong gunting.
belék : memotong sebagian objek (menyobek).
(d)
muthul: memotong sesuatu tidak dengan alat
namun dengan tangan.
(e)
tebas: leksikon ini mengacu pada entitas
berupa tanaman produksi yang dipotong sebagai hasil produksi (misalnya padi,
mangga, dan lain-lain).
(f)
tebang: leksikon ini mengacu pada entitas
berupa tanaman produksi tebu.
4.
Simpulan
Berdasarkan
hasil analisis dengan menggunakan teknik analisis para frase/eksplikasi,
pemetakan dengan bahasa alamiah dalam bentuk kalimat kanonis, dengan data pendukung verba bahasa Jawa yang
bernosi ngethok ‘memotong’ dapat
dianalisis dengan tuntas berdasarkan teori Metabahasa Semantik Alamai (MSA). Kajian ini telah memberi gambaran
cukup jelas mengenai teknik eksplikasi yang menyatakan satu bentuk atau
leksikon untuk satu makna dan satu makna untuk satu bentuk atau leksikon.
Daftar Pustaka
Goddard, Cliff. 1996. Semantic Theory and Semantic Universal (Cliff Goddard Convensor)
Cross Linguistic Syntax from Semantic Point of View (NSM Approach) 1-5
Australia.
Sudipa, I Nengah. 2004. “Verba Bahasa Bali, sebuah
Kajian Metabahasa Semantik Alami” Disertasi Doktor Linguistik-Denpasar.
Wierzbicka, Anna. 1996. Semantics: Prime and Universal. Oxford: Oxford University.
Mulyadi, 1998. “Struktur Semantis Verba Bahasa
Indonesia” Tesis S2, Linguistik Denpasar.
Sutjiati-Beratha, NI, 1997. “Basic Concepts of a Universal Semantic Metalanguage” Linguistika 110-115.
Denpasar Program Magister Linguistik UNUD.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar